Beromansalah dengan kebebasan, pantiklah suatu kebenaran.
Persepsi mengenai kebebasan semakin lama dianggap sebagai suatu ketidakpatuhan atau diartikan sebagai sifat keras kepala seseorang terhadap norma-norma dalam kehidupan. Apa kita tahu makna kebebasan secara harfiah?
Mari kita anggap bebas atau kebebasan sebagai keadaan yang merdeka tanpa terikat oleh aturan yang menyekat cara kita berpandang, berpikir maupun beraksi. Sedari kecil kita diajarkan oleh orang tua kita untuk menaati sebuah aturan, aturan di dalam rumah hingga aturan di luar rumah. Lalu, apakah kita akan selalu mengingat aturan tersebut? Apakah wajar ketika kita melupakan aturan tadi disebut sebagai anak yang liar? Menjawab kedua pertanyaan tersebut, kita tidak boleh langsung menilai bahwa anak yang tidak menaati aturan adalah anak yang liar. Bahkan jika kita samakan dengan ketidakpatuhan seseorang yang sudah dewasa, tidak bisa kita simpulkan bahwa dirinya adalah manusia yang liar juga.
Ada kalanya aturan dibuat agar kita tidak menyalahi kaidah kemanusiaan, namun hari ini banyak aturan yang menyalahi kaidah kemanusiaan dan membuat diri kita tersekat untuk menuruti keinginan individu orang lain atau kelompok tertentu. Tidak hanya itu, kini kebebasan juga dianggap demikian, sampai-sampai tidak memikirkan nasib orang lain di sekitarnya. Akan tetapi, perlu kita membedakan secara kritis mengenai kebebasan dan keserakahan. Hal-hal yang barusan saya sampaikan lebih mengarah kepada keserahakan manusia dalam memuaskan diri dan kelompoknya.
Mempersoalkan kebebasan, tentu masing-masing manusia memiliki hak untuk memilih, baik dan buruknya adalah tanggung jawab kita untuk menerima hasil yang kita pilih. Terutama diri saya, secara sadar saya akan selalu memilih walaupun jika kita berbicara mengenai spiritualitas semua yang kita pilih sudah ditakdirkan untuk kita.
Jika kita analogikan sebuah kebebasan hidup manusia, maka sama halnya seperti tanaman, pepohonan hingga rerumputan yang bisa tumbuh serta hidup kapan saja dan di mana saja. Mereka tumbuh karena keniscayaan, mereka tumbuh sebagaimana semestinya tumbuh. Air, tanah dan sinar matahari menjadikan mereka tumbuh dengan bebas entah itu dikehendaki atau tidaknya oleh manusia. Bahkan, mereka tumbuh karena mereka memiliki hak untuk hidup, terlebih rerumputan yang akan selalu tumbuh karena tekstur tanah yang lembab, lalu sering kita anggap rumput sebagai hal yang liar. Bisa kita sama artikan rumput ‘liar’ tersebut dengan kehidupan masyarakat yang menempati wilayah agar tetap hidup. Walaupun banyak tanah-tanah yang dihak miliki oleh orang yang tidak memiliki sertifikat tanah, setidaknya kita sebagai manusia yang memiliki jabatan/kuasa tidak melakukan tindak kekerasan kepada mereka. Sejatinya semua hal yang hidup di dunia mampu tumbuh dengan bebas atas dasar keniscayaan pula. Apakah pertumbuhan manusia selama hidupnya secara baik atau tidak, terkhusus bila tidak, kita anggap sebagai hal yang liar?
Inilah yang menjadi point penting, bagaimana akhirnya sebuah analogi bisa membuka pola pikir kita yang konservatif/kolot. Semua hal yang tumbuh merupakan keniscayaan. Berikanlah ruang kebebasan orang lain untuk hidup, belajar, bekerja, bermain dll selagi tidak menyalahi kaidah kemanusiaan. Apabila salah satu teman kita menyalahi kaidah-kaidah kemanusiaan sebaiknya kita nasehati atau kita berikan suatu pertimbangan dengan baik-baik tanpa memaksa dirinya agar menuruti kemauan kita. Karena jika kita memaksa orang lain menuruti kemauan kita, maka kita sudah menyalahi kaidah kemanusiaan juga.